16. Special Ramadhan (2) ; Takjil & Tarawih

946 212 35
                                    

Pada puasa pertama ini keluarga Nasution akan berbuka puasa bersama di kediaman Opung Hadi. Hal yang selalu ditunggu oleh para cucu keluarga Nasution tentu saja adalah berburu takjil. Di pasar ramadhan akan menjual berbagai macam kue, walaupun orang tua mereka tentu sudah memesan makanan untuk menu buka puasa mereka nanti, namun urusan takjil tetap tidak boleh ketinggalan.

"Mbak Intan udah tukar duit kan?" tanya Savanya memastikan.

"Iya bawel, udah kemarin. Mau duit yang berapa pun semua ada," jawab Mbak Intan.

Jelas saja menukarkan uang di bank menjadi hal yang penting. Beberapa tahun lalu mereka pernah berburu takjil dengan selembar uang merah dan tidak dilayani karena tidak ada kembalian. Kesal dengan hal itu, setiap tahun akhirnya mereka akan menukar uang di bank agar bisa membeli takjil dengan uang pas walaupun seringnya mereka menitipkan pada ART jika sudah melihat suasana yang padat, malas berdesakan.

"Mbak yang bener aja dong!"

Protes dari Safira mengalihkan perhatian mereka. Syifa, cucu tertua keluarga Nasution itu sedang berdebat dengan adiknya, Safira.

"Apa salahnya sih beli takjil sendiri? Mbak gak mau tahu, kamu dan yang lain harus beli takjil sendiri, gak boleh titip sama bibi!"

Tentu saja ucapan syifa itu menciptakan berbagai reaksi dari para cucu Nasution yang lain.

"Tapi pasar ramadhan pasti ramai, Mbak. Malas lah desak-desakan," ucap Dara ikut membuka suara. Syifa mendelik, tidak menerima penolakan.

"Belajarlah, gak selamanya kalian ngandelin bibi. Dan kalian gak boleh terus hidup dengan fasilitas Opung," jawab Syifa.

"Masa kita lagi lemas-lemasnya malah ikutan cari takjil, Mbak?" Iren menatap kakak sepupunya.

"Lah? Apa kabar bibi yang selalu kalian titipin takjil? Padahal bibi udah tua, kalian masih muda malah udah lebih jompo. Tahun ini gak ada titip-titipan ya, biar kalian tahu rasanya cari takjil untuk diri sendiri," ujar Syifa dengan tegas.

"Intan, bagiin uangnya ke mereka. Biar mereka yang beli sendiri," ucap Annasya.

Para cucu perempuan keluarga Nasution cemberut. Artinya tidak ada perdebatan lagi, itu sudah keputusan final. Mereka akan pergi membeli takjil.

"Nanti ditemani sama yang cowok," ujar Syifa.

Para cucu lelaki Nasution yang sedang rebahan langsung menoleh, hendak protes.

"Apa? Kelen mau bilang tugas perempuan? Di rumah ini semuanya sama, gak ada tugas lelaki dan tugas perempuan! Kecuali tugas yang butuh tenaga lebih, baru jadi tugas lelaki," ucap Syifa.

"Oke, mbak."

Mereka mana berani melawan ras terkuat di bumi? Itu namanya cari masalah. Apalagi ditambah cucu pertama Nasution, lebih baik mereka menurut saja. Maka jadilah selepas ashar mereka berangkat dari rumah untuk membeli takjil.

🧨

Setelah pergolakan bertahan hidup di jam krisis dan di hari pertama puasa, akhirnya para cucu Nasution itu bergegas untuk membeli takjil. Erina berdiri di sebelah Satria dengan sebuah helm di tangannya. Mereka akan mengendarai motor agar terhindar dari kemacetan.

"Kenapa mukanya gak ikhlas gitu, mbak?" tanya Buna menatap tajam putrinya. Erina cemberut, jiwanya ingin rebahan saja daripada repot keluar mencari takjil seperti ini.

"Ini lemes Buna, aku udah gak ada tenaga banget. Ini aja lagi mencoba bertahan," jawab Erina. Buna hanya berdecak, tahu sekali putrinya itu akan semakin drama jika diladeni.

Satria mengambil alih helm dari tangan Erina lalu memakaikannya pada adik kembarnya itu.

"Gak usah sok dilemesin gitu, gue tahu lo mager," ucap Satria dengan suara pelan. Erina menatap Satria dengan sebal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Nasution'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang